Webmail |  Berita |  Agenda |  Pengumuman |  Artikel |  Video

Memilih Sekolah Teologi yang Baik

Dr. Adolf B Butarbutar, M.Th

 

Sama seperti memilih perguruan tinggi pada umumnya, maka kita pun diminta hati-hati memilih sekolah teologi. Mengapa? Ini dikarenakan sekolah teologi yang berdiri di Indonesia makin banyak. Menurut catatan Kemenag ada 300-an lebih sekolah teologi di Indonesia dan ada sebagian yang belum terdaftar dan memiliki izin penyelenggaraan. Seharusnya pendidikan teologi dijalankan dengan jujur karena berbicara atas nama Tuhan, tetapi ada banyak sekolah teologi dibuat asal-asalan, bahkan dibuat hanya untuk mendapat keuntungan dengan menjual ijazah kesarjanaan.

Bila demikian, bagaimana memilih sekolah teologi yang Baik? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih sekolah teologi. Tips ini hanya dasarnya saja dalam memilih, tentu sekolah teologi harus memiliki system mutu yang baku. Namun setidaknya, ini hal dasar dan prinsip awal dalam memilih sekolah teologi:

1.    Status sekolah yang jelas
Sekolah yang baik memiliki status pendirian yang jelas baik dari sinode gereja atau yayasan. Lalu kemudian memiliki status izin penyelenggaraan yang masih berlaku dari pemerintah dalam hal dari Dirjen Bimas Kristen Kemenang RI. Dan sekolah itu sudah diakreditasi BAN (Badan Akreditasi nasional). Ini penting karena pemerintah di dari tahun 2012 sudah mulai menertibkan semua perguruan tinggi liar dan akan menerapkan sanksi bagi yang mengeluarkan dan memberikan gelar tanpa izin. Yang lebih penting, status itu sebenarnya untuk memastikan bahwa sekolah ini memang layak mendidik hamba-hamba Tuhan dan masyarakat gereja.

2.    Jangan cari sekolah instan
Untuk jadi sarjana teologi S1 minimal dibutuhkam 4.5-5 tahun. Dan S2 minimal 2-4 tahun. Ini merupakan standar pendidikan tinggi umumnya, dan sekolah teologi lebih lama karena harus Praktek Pelayanan Lapangan (PPL) minimal 6 bulan dan maksimal 1 tahun, di STT Katharos harus  1 tahun. Jangan masuk ke  Sekolah Tinggi Teologi yang menawarkan dan memberikan gelar sarjana cukup sekolah hanya 6 bulan sampai 1 tahun untuk S1 dan 3 bulan untuk S2.

3.    Kurikulumnya Harus Jelas

Sebelum mendaftarkan diri sebagai mahasiswa, sebaiknya harus mengetahui lebih dulu kurikulumnya. Standar kurikulum yang baik adalah 50 % yang disahkan oleh Bimas Kristen Perguruan Tinggi Kemenang RI dan 50 % dari institusi.

4.    Dosen yang mengajar memenuhi persyaratan
Ada beberapa sekolah teologi membuat brosur dengan begitu banyak nama dosen dan gelar-gelarnya yang wah… luar biasa. Tapi kenyataan di lapangan membuktikan bahwa nama itu hanya pajangan dan hanya dosen tamu saja. Padahal sebuah prodi (program studi) minimal harus memiliki 6 dosen tetap dan ber-ijazah yang diakui negara. Adapun dosen tamu tidak melebihi dosen tetap. Seorang dosen harus memiliki kesarjanaan minimal S2, memiliki mutu  akademik yang baik dan berpengalaman pelayanan, lalu ketika masuk ke dunia pendidikan haru mengikuti berbagai keterampilan mengajar seperti PEKERTI, AA, dan seterusnya. Bahkan diharapkan setiap dosen memiliki kepangkatan akademik dan sertifikasi dosen. Tujuannya agar seorang dosen menyadari fungsinya ada tiga yaitu mengajar, meneliti (research), dan melakukan pengabdian kepada masyarakat dan gereja (Tri Darma Perguruan Tinggi).

5.    Memiliki gedung sekolah dan fasilitas memadai
Sekolah teologi harus punya fasilitas pendidikan yang memadai gedung kampus yang layak, yaitu kelas-kelas, perpustakaan, lab computer, ruang konseling, aula, ruang kantor pimpinan dan staf, asrama dan berbagai sarana lainnya. Sayang ada sekolah teologi yang lokasinya tidak jelas, kontrak rumah atau ruko kecil yang sangat tidak layak. Padahal paraturan pemerintah mensyaratkan adanya kepemilikan tempat sarana dan prasarana, atau jika menyewa minimal kontrak 5 tahun dan bisa dilanjutkan kemudian. Saya saran Gereja dan orang tua seharusnya tidak mengutus anaknya ke sekolah teologi yang tidak jelas lokasinya dan minim sarana belajarnya.

6.    Ada Pembinaan Rohani
Sekolah teologi berbeda dengan perguruan tinggi lainnya, di mana pembentukan mahasiswa tidak hanya soal intelektual saja. Harus ada pembinaan rohani seperti: diawali dengan wawancara saat penrimaan mahasiswa baru, mahasiswa dilatih memiliki saat teduh pribadi, ibadah pagi bagi mahasiswa asrama, ibadah kapel, ibadah doa, berbagai seminar dan lokakarya, ada “mission trip” untuk melatih melayani, pelayanan pengabdian kepada masyarakat dan yang paling penting adanya disiplin yang baik. Sekolah juga harus memiliki tata tertib baik di kampus dan maupun di asrama. Sekolah yang menerapkan disiplin, pasti ada konsekuensinya, misalnya ada mahasiswa yang mendapat tindakan dan mahasiswa bersangkutan tidak menerima tindakan disiplin tersebut, tetapi lebih memilih pindah ke stt lain. Apapun kosekuensinya, demi mempersiapkan calon hamba Tuhan yang bermutu dan berkarakter, disiplin tetap ditegakkan.

Orang tua dan gereja dalam memilih sekolah teologi harus mencari tahu apakah ada disiplin dan pembinaan rohani bagi anaknya. Jangan hanya berfokus kepada pendidikan intelektual saja tetapi pembinaan secara menyeluruh.

 

 

 

 

Kesimpulan

Bagi saudara yang terpanggil menjadi seseorang menjadi hamba dan menajadi pendidik yang bermutu, berkarakter dan berkarya bagi Tuhan, harus memilih sekolah teologi yang status badan hukumnya jelas-diakui pemerintah, jangan cari sekolah instan, kurikulumnya harus jelas, dosen yang mengajar harus memenuhi persyaratan, memiliki gedung kampus dan fasilitas yang memadai, dan ada pembinaan rohani. Jangan masuk dan terjebak di sekolah yang asal-asalan alias abal-abal. Jangan terlena dengan berbagai promosi yang menggiurkan karena sarjana teologi harus benar-benar ditempa menjadi serupa dengan Kristus dan bukan hanya kejar ijazah!

Motto STT Katharos Indonesia : Bermutu, berkarakter dan Berkarya. Kiranya pemerintah, dalam hal ini Ditjen Bimas Kristen intensiv untuk mengawasi dan menertibkan sekolah teologi asal-asalan. Gereja maupun yayasan jangan berdiam diri, namun mengevaluasi kinerja sekolah teologi yang diasuhnya dan mengawasi sekolah teologi yang diterima sebagai pengerja di gerejanya. Gereja jangan kompromi, bahkan harus bertanggung jawab atas kerusakan pemimpin gereja yang terbentuk asal-asalan. Jangan sampai nama Tuhan dan gereja dipermalukan. Saatnya semua perguruan tinggi teologi dan pendidikan agama Kristen membenahi diri. Bagi sekolah teologi yang menerima mahasiswa pindahan, harus disertai surat pindah, nilai dan lebih baik lagi jika pihak sekolah menghubungi sekolah asal, untuk mencari tahu alasan pindah. Tanpa itu jangan menerima. Saatnya kita bersama membangun generasi cerdas, bermutu, berkarakter dan berkarya.Terima kasih. Tuhan Yesus memberkati.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

File Terbaru

Facebook Fanpage

TAUTAN EKSTERNAL